26 Jan 2020

Biaya Rumah Tangga itu Mahal, Saya harus Bersikap apa?

Kehadiran media sosial menjadikan informasi sangat mudah didapat. Salah satunya tentang persiapan pernikahan, kehamilan, melahirkan sampai membesarkan buah hati. Bahkan infonya bisa mendetail sampai ke estimasi biayanya.

Informatif tentu saja. Saya pribadi terbantu dengan informasi tsb. Namun dihati kecil muncul kegelisahan. Menjadikan informasi tsb sebagai standar pribadi. Lambat laun mengusik pemikiran saya. Seolah menuntun pada satu kata : mahal. Nikah mahal. Hamil mahal. Melahirkan mahal. Membesarkan anak itu mahal.

Untung saya udah nikah. Barangkali jika belum nikah, pemikiran menunda nikah krn biaya mahal akan muncul. Menunda agar siap secara finansial seperti terdengar bijak ya...

Ini bukan membicarakan bahwa berpikir seperti itu salah. Tapi saya sedang melihat kesudut lain saja. Barangkali kita bisa melihat dari celah lain dan menemukan jalan lebar yang lebih nyaman ditempuh.

Wajar jika kita takut dengan biaya rumah tangga. Sungguh tepat bila dilanjutkan dengan kewaspadaan juga persiapan, antisipasi dg strategi.

Manusia bertahan beribu tahun juga karena ada rasa takut. Semacam mekanisme pertahanan diri otomatis akan bahaya. Flight or fight. Menghindar atau maju.

Namun kita perlu amunisi lain yaitu  keberanian untuk maju. Keberanian untuk melangkah, menghadapi rintangan. Termasuk menghadapi mahal nya biaya rumah tangga.

Karena kata siap seolah takan pernah siap 100%. Bicara biaya dan mahal, sebenernya relatif bukan? Bisa jadi tak siap nya kita secara finansial justru garis start siap ya keluarga lain. Karena kadang kita yang buat standar itu sendiri.

Padahal bicara menghidupi keluarga bukan perkara nominal uang saja. Rezeki tak melulu soal uang. Pengetahuan kita, keterampilan kita, bahkan lingkaran pertemanan bisa jadi rezeki tersendiri. Barangkali jika dikelola dengan baik bisa mengarahkan datangnya uang itu. 

Kembali lagi soal takut dan berani. Keduanya perlu, hindari terlalu. Mengelola nya menjadi pas sesuai kebutuhan memang tidak mudah. Tapi ini mengingatkan pada saya yg akhir-akhir ini terlalu takut. Kurang keberanian. 

Padahal jika diingat, dulu kami menikah dengan kesiapan yang minim. Bahkan sampai melahirkan pun begitu. Sepertinya waktu itu keberanian saya lebih banyak dari sekarang. 

Oya mungkin kita juga pernah membaca soal rezeki yang dijamin karena beberapa hal. Rezeki bagi yang mau menikah dan rezeki karena punya anak. 

Sepertinya mindset ini harus kita jaga dan yakini. Bukankah hukum alam itu mengatakan pikiran adalah magnet. Apa yang kita yakini itulah yang akan terjadi. 

Meyakini bahwa semua hamba Allah terjamin rezekinya. Biarlah terus hidup dalam benak kita, agar api keberanian melangkah terus berkobar.

Disisi lain kita juga perlu memberi makan rasa takut. Pengetahuan pengelolaan keuangan misalnya, bisa jadi senjata agar si takut tidak mendominasi. 

Kita perlu keduanya agar jalan kita lebih mudah. Meski kita sadar proporsi keduanya bersifat kondisional. 

Hanya saja, saya saat ini sedang butuh banyak amunisi keberanian.